BANTUL-Desa Wisata Kasongan yang terletak di Bangunjiwo, Kasihan, Bantul dikenal sebagai sentra gerabah. Sebagian besar warga di sini merupakan perajin gerabah. Dalam kondisi normal sebelum adanya pandemic COVID-19, banyak wisatawan yang berkunjung ke Kasongan, untuk membeli kerajinan gerabah. Di Desa Wisata Kasongan ini juga terdapat Lembaga Pendidikan Gerabah Nangsib Keramik, yang digagas seorang pemuda bernama Dicky Bisma Saputra. Bisma, begitu ia akrab disapa menjelaskan lembaga ini didirikan pada 2016. Lembaga ini bergerak di bidang pendidikan atau pelatihan gerabah. Selanjutnya kegiatan di lembaga ini berkembang menjadi wisata edukasi. Dalam menjalankan lembaga ini, Bisma dibantu 10 orang pembimbing yang bertugas membantu pengunjung membuat kerajinan gerabah. “Saya berusaha menciptakan sesuatu yang berbeda di Kasongan agar menjadi daya tarik tersendiri bagi warga luar yang datang ke Kasongan. Jadi mereka datang ke Kasongan tidak hanya untuk belanja gerabah tetapi juga bisa merasakan langsung secara terarah membuat gerabah bersama pembimbing yang ada di sini,” ujar Bisma saat ditemui Sabtu 12/7/2020. Sebagian besar pengunjung yang datang ke untuk belajar membuat kerajinan gerabah di Lembaga Pelatihan Gerabah Nangsib Keramik adalah anak-anak sekolah. Tetapi, menurut Bisma, ada juga pengunjung yang merupakan satu keluarga. Biasanya pengunjung begitu turun dari kendaraan sudah disediakan bahan-bahan gerabah. Sebelum kegiatan dimulai, pengunjung bisa mendapat informasi mulai dari sejarah gerabah, hingga cara membuat kerajinan gerabah seperti pot bunga, guci, kendi, piring, maupun celengan dari awal hingga finishing. “Harapan kami, dengan metode seperti itu, pengunjung tidak sekadar belajar membuat gerabah saja, tetapi juga tahu sejarahnya dan salah satu muatan local yang ada di Jogja,” imbuh Bisma. Biaya untuk bisa belajar membuat gerabah di Nangsib Keramik bervariasi, tergantung paketnya. Harga dibuka mulai dari Rp 15 ribu untuk 100 peserta hingga Rp 300 ribu untuk paket keluarga. Selain itu, harga paket juga tergantung pada berapa banyak hal yang dipelajari. “Di sini semuanya mendapatkan sertifikat yang dikeluarkan Lembaga. Peserta juga bisa mendapatkan dokumentasi dan membawa pulang hasil karya mereka,” ujarnya. Sejak pandemi COVID-19, kegiatan di lembaga pelatihan gerabah Nangsib Keramik terhenti selama hampir 4 bulan. Tetapi pekan ini, Nangsib Keramik kembali membuka pelatihan, dengan tetap menerapkan protocol pencegahan COVID-19. *
MerupakanSentra Kerajinan yang paling terkenal di Bangunjiwo, dan juga menjadi aset berharga dari Kabupaten Bantul. Bahkan nama Kasongan mungkin lebih terkenal dibandingkan nama Desa-nya, yaitu Bangunjiwo. Disini kita dapat menemukan sentra kerajinan gerabah, yang menghasilkan ratusan bahkan ribuan keramik dengan berbagai jenis, bentuk dan ukuran.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Yogyakarta menjadi salah satu destinasi wisata favorit di Indonesia, karena kota tersebut menawarkan beragam pilihan wisata sejarah, wisata budaya, wisata kuliner, wisata alam, maupun sentra kerajinan yang menarik untuk dikunjungi. Salah satunya diantaranya yakni Sentra Kerajinan Gerabah Kasongan Bantul, yang berjarak 7 Km dari pusat kota. Lokasinya cukup strategis, sehingga mudah untuk dikunjungi oleh para dengan namanya, sentra gerabah ini berlokasi di Dusun Kasongan. Daerah ini dulunya adalah wilayah persawahan yang luas. Konon, nama 'Kasongan' diambil dari nama guru spiritual Pangeran Diponegoro yang bernama Kiai Song. Menurut cerita sejarah yang beredar, adanya tradisi pembuatan gerabah di Dusun Kasongan ini telah dimulai dari zaman penjajahan Belanda. Mulanya, ada kuda milik reserse Belanda yang ditemukan mati di persawahan milik salah seorang warga. Karena mereka takut akan hukuman yang akan diterima, maka mereka dengan sukarela melepaskan hak tanah miliknya. Hal itu diikuti oleh beberapa warga setempat. Namun, sejumlah tanah yang tak bertuan tersebut diambil alih oleh warga desa lain. Penduduk yang tidak memiliki tanah garapan lagi mulai mencari kegiatan baru dengan membuat mainan dan peralatan rumah tangga dari tanah liat, yang kemudian kegiatan tersebut diteruskan dari generasi ke tahun 1971, kegiatan ekonomi mulai berkembang di Dusun Kasongan ini. Perkembangannya juga sangat pesat berkat kontribusi dari seorang seniman besar bernama Sapto Hudoyo. Beliau memberikan pembinaan kepada masyarakat agar dapat mengembangkan produknya hingga mempunyai nilai seni dan nilai jual yang tinggi serta pengelolaan manajemen usaha yang baik. Kemudian, usaha kerajinan di Kasongan mulai dikomersilkan dalam skala besar oleh Sahid Keramik pada tahun 1980. Tak hanya itu, adanya dukungan dari pihak pemerintah melalui Unit Pelayanan Teknis UPT yang memberikan bantuan modal, pelatihan, dan pengajaran teknik pemasaran kian meningkatkan laju pertumbuhan sektor industri, khususnya industri kerajinan dan itu, dibentuk pula paguyuban sebagai wadah bertukar informasi serta pengembangan produktivitas sesama pengrajin. Kerajinan gerabah ini telah menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bantul. Sumber daya alam Yogyakarta yang sangat potensial turut menjadi salah satu faktor pendukung dalam usaha kerajinan gerabah dan keramik di Sentra Gerabah Kasongan ini. Bahan baku yang digunakan biasanya adalah tanah yang diperoleh dari Sungai Bedog, Pundong, Godean, Mangunan, atau Wonosari, kemudian menggunakan campuran pasir lembut yang berasal dari Sungai Progo. Selain kondisi tanah sekitar yang mendukung, tumbuhnya berbagai jenis pepohonan seperti kelapa, bambu, melinjo, dan mangga juga dapat digunakan sebagai tambahan bahan bakar dalam proses pembakaran yang dihasilkan antara lain guci, kendi, kuali, pot, vas bunga, hiasan genteng, air mancur, miniatur, patung, topeng, loro blonyo, dan jenis dekorasi atau peralatan rumah tangga lainnya. Pengrajin juga menerima pesanan dari konsumen, yang mana bentuk, model, atau permintaan khusus lainnya dapat disesuaikan dengan keinginan konsumen. Untuk pemesanan dan penjualan, para pengrajin telah membuka layanan online, sehingga masyarakat tak perlu khawatir jika tidak bisa datang langsung ke tempat. Rentang harga yang ditawarkan cukup beragam, mulai dari lima ribu rupiah hingga jutaan rupiah. 1 2 Lihat Seni Selengkapnya
15Kasongan merupakan daerah sentra kerajinan gerabah di yogyakarta apa makna kata tersebut? Desa Wisata Kasongan Salah satu patung yang legendaris di Desa Kasongan adalah patung Loro Blonyo. vas bunga, patung mini, asbak, dan pigura foto. Selain itu banyak juga keramik berukuran kecil yang banyak digunakan oleh penyelenggara hajat
Harga dan jenis mobil Satrio Langit Transport klik di sini Kasongan adalah nama sebuah desa yang terletak di daerah dataran rendah bertanah gamping di Pedukuhan Kajen, Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, sekitar 8 km ke arah barat daya dari pusat Kota Yogyakarta atau sekitar 15-20 menit berkendara dari pusat kota Yogyakarta. Desa Kasongan merupakan sentra industri kerajinan gerabah. Gerabah adalah perkakas yang terbuat dari tanah liat atau tanah lempung. Kawasan ini merupakan wilayah pemukiman para pembuat barang-barang kerajinan berupa perabotan dapur dan juga beraneka macam barang-barang sejenisnya yang sebagian besar menggunakan tanah liat sebagai bahan baku. Dahulu, pembuatan gerabah di desa ini terbatas untuk peralatan keperluan rumah tangga, seperti kendi wadah air minum, kendil wadah untuk memasak, gentong wadah air, anglo kompor – tempat pembakaran dengan bahan bakar arang untuk memasak, dan sejenisnya. Sejalan dengan perkembangan jaman, sekarang ini pembuatan gerabah tidak hanya terbatas pada perabotan rumah tangga saja, namun juga barang-barang lain sejenis yang memiliki nilai jual tinggi di pasaran. Asal usul daerah Kasongan menjadi sentra industri gerabah Pada masa penjajahan Belanda, salah satu daerah di sebelah selatan kota Yogyakarta pernah terjadi peristiwa yang mengejutkan warga setempat, yaitu seekor kuda milik Reserse Belanda ditemukan mati di atas lahan sawah milik seorang warga. Hal tersebut membuat warga ketakutan setengah mati. Karena takut akan hukuman, warga akhirnya melepaskan hak tanahnya dan tidak mengakui tanahnya lagi. Hal ini diikuti oleh warga lainnya. Tanah yang telah dilepas inipun kemudian diakui oleh penduduk desa lain. Warga yang takut akhirnya berdiam diri di sekitar rumah mereka. Karena tidak memiliki lahan persawahan lagi, maka untuk mengisi hari, mereka memanfaatkan apa saja yang ada di sekitar. Mereka memanfaatkan tanah yang ada, kemudian mengempal-ngempalnya yang ternyata tidak pecah bila disatukan, lalu mulai membentuknya menjadi berbagai fungsi yang cenderung untuk jadi barang keperluan dapur atau mainan anak-anak. Berawal dari keseharian nenek moyang mereka itulah yang akhirnya kebiasaan itu diturunkan hingga generasi sekarang yang memilih menjadi perajin keramik untuk perabot dapur dan mainan hingga kini. Proses Pembuatan Pada dasarnya proses pembuatan gerabah dibagi dalam dua bagian besar, yakni dengan cara cetak untuk pembuatan dalam jumlah banyak masal atau langsung dengan tangan. Untuk proses pembuatan dengan menggunakan tangan pada keramik yang berbentuk silinder jambangan, pot, guci, dilakukan dengan menambahkan sedikit demi sedikit tanah liat diatas tempat yang bisa diputar. Salah satu tangan pengrajin akan berada disisi dalam sementara yang lainnya berada diluar. Dengan memutar alas tersebut, otomatis tanah yang ada diatas akan membentuk silinder dengan besaran diameter dan ketebalan yang diatur melalui proses penekanan dan penarikan tanah yang ada pada kedua telapak tangan pengrajin. Pembuatan gerabah atau keramik, mulai dari proses penggilingan, pembentukan bahan dengan menggunakan perbot, hingga penjemuran produk biasanya memakan waktu 2-4 hari. Produk yang telah dijemur itu kemudian dibakar, sebelum akhirnya proses finishing dengan menggunakan cat tembok atau cat genteng. Sebuah galeri di Kasongan biasanya merupakan usaha keluarga yang diwariskan secara turun temurun, mereka bekerja secara kolektif. Sekarang pembuatan keramik melibatkan tetangga sekitar tempat tinggal pemilik galeri, namun pihak keluarga tetap bertanggung jawab untuk pemilihan bahan dan pengawasan produksi. Keramik Desain Modern Pada awalnya keramik ini tidak memiliki corak desain sama sekali. Namun legenda matinya seekor kuda telah menginspirasi para pengrajin untuk memunculkan motif kuda pada banyak produk, terutama kuda-kuda pengangkut gerabah atau gendeng lengkap dengan keranjang yang diletakkan di atas kuda, selain dari motif katak, ayam jago dan gajah. Perkembangan zaman dengan masuknya pengaruh modern dan budaya luar melalui berbagai media telah membawa perubahan di Kasongan. Setelah kawasan Kasongan pertama kali diperkenalkan oleh Sapto Hudoyo sekitar 1971-1972 dengan sentuhan seni dan komersil serta dalam skala besar dikomersilkan oleh Sahid Keramik sekitar tahun 1980-an, kini wisatawan dapat menjumpai berbagai aneka motif pada keramik. Bahkan wisatawan dapat memesan jenis motif menurut keinginan seperti burung merak, naga, bunga mawar dan banyak lainnya. Kerajinan gerabah yang dijual di desa Kasongan bervariasi, mulai dari barang-barang unik ukuran kecil untuk souvenir biasanya untuk souvenir pengantin, hiasan, pot untuk tanaman, interior lampu hias, patung, furniture, etc, meja kursi, dan masih banyak lagi jenisnya. Bahkan dalam perkembangannya, produk desa wisata ini juga bervariasi meliputi bunga tiruan dari daun pisang, perabotan dari bambu, topeng-topengan dan masih banyak yang lainnya. Hasil produksi gerabah Kasongan di masa sekarang sudah mencakup banyak jenis. Tidak lagi terbatas pada perabotan dapur saja kendil, kuali, pengaron, dandang, dan lainnya serta mainan anak-anak alat bunyi-bunyian, katak, celengan. Di kawasan Kasongan akan terlihat galeri-galeri keramik di sepanjang jalan yang menjual berbagai barang hiasan dan souvenir. Bentuk dan fungsinya pun sudah beraneka ragam, mulai dari asbak rokok kecil atau pot dan vas bunga yang berukuran besar, mencapai bahu orang dewasa. Barang hias pun tidak hanya yang memiliki fungsi, tetapi juga barang-barang hiasan dekorasi serta souvenir perkawinan. Salah satu produk yang cukup terkenal adalah sepasang patung pengantin dalam posisi duduk berdampingan. Patung ini dikenal dengan nama Loro Blonyo. Patung ini diadopsi dari sepasang patung pengantin milik Kraton Yogyakarta. Dalam bahasa Jawa, Loro berarti dua atau sepasang, sementara Blonyo berarti dirias melalui prosesi pemandian dan didandani. Namun demikian makna sebenarnya akan Loro Blonyo masih menjadi pertanyaan para pekerja di Kasongan. Kepercayaan patung Loro Blonyo akan membawa keberuntungan dan membuat kehidupan rumah tangga langgeng bila diletakkan di dalam rumah membawa pengaruh positif terhadap penjualan sepasang patung keramik ini. Wisatawan manca negara yang menyukai model patung Loro Blonyo, memesan khusus dengan berbagai bentuk seperti penari, pemain gitar, peragawati dan lain sebagainya. Pakaiannya pun tidak lagi memakai adat Jawa, selain mengadopsi pakaian khas beberapa negara, yang paling banyak memakai motif Bali dan Thailand, bahkan patung prajurit teracota dapat dijumpai di sini. Beberapa galeri keramik sekarang telah menjual sepasang patung unik ini yang terus diproduksi dengan beberapa bentuk dan model yang berbeda-beda. Wisata Desa Kasongan Di masa sekarang pengunjung dapat menjumpai berbagai produk kerajinan tangan selain gerabah. Pendatang yang membuka galeri di Kasongan turut mempengaruhi berkembangnya jenis usaha kerajinan di sini. Produk yang dijual masih termasuk kerajinan lokal seperti kerajinan kayu kelapa, kerajinan tumbuhan yang dikeringkan atau kerajinan kerang. Usaha kerajinan Kasongan berkembang mengikuti arus dan peluang yang ada. Namun demikian kerajinan gerabah tetap menjadi tonggak utama mata pencaharian warga setempat. Kerajinan keramik dengan berbagai bentuk dan motif yang modern bahkan artistik, dan berbagai kerajinan lainnya sebagai tambahan adalah daya tarik Kasongan hingga saat ini. Kasongan kini telah menjadi tempat wisata yang menarik dengan barang indah hasil keahlian penduduk setempat mengolah tanah liat.
BupatiBantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Abdul Halim Muslih meninjau sentra produksi industri kreatif kerajinan gerabah di Desa Wisata Kasongan, Desa Bangunjiwo, Kecamatan ANTARA News jogja bantul
Gerabah Kasongan Yogyakarta Kasongan adalah nama sebuah desa yang terletak di daerah dataran rendah bertanah gamping di Pedukuhan Kajen, Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, sekitar 8 km ke arah barat daya dari pusat Kota Yogyakarta atau sekitar 15-20 menit berkendara dari pusat kota Yogyakarta. Memasuki kampung Kasongan, di halaman-halaman rumah dan pekarangan warga dengan mudah akan terlihat produk gerabah berbagai bentuk dan ukuran. Baik yang masih alami berwarna merah bata, ataupun yang telah dilakukan finishing dengan pengecatan beraneka warna atau teknik finishing lain. Di sudut-sudut kampung akan terlihat pula tungku-tungku pembakaran. Jika tertarik, wisatawan dapat pula turut membentuk tanah liat menjadi gerabah bersama para perajin. Desa Wisata Kasongan terletak di Dukuh Kajen, Banguntapan, Kasihan, Bantul Yogyakarta. Di dukuh seluas 49 hektar berpenduduk jiwa tersebut, 95% warganya bermata pencaharian sebagai perajin gerabah, sedangkan sisanya petani dan Pegawai Negeri. Pembuatan gerabah di Kasongan memang telah diwariskan secara turun temurun dari generasi terdahulu hingga kini. MULANYA PRODUK PERKAKAS RUMAH TANGGA Pada mulanya, gerabah yang diproduksi warga Kasongan hanya berupa perkakas rumah tangga seperti kwali, cobek, anglo, keren tungku untuk memasak dengan kayu bakar, dan perkakas lain. Namun hasil pemninaan dari waktu ke waktu, variasi produk gerabah pun berkembang hingga ke gerabah-gerabah hias seperti guci, berbagai patung, meja kursi, dan berbagai hiasan lain. “Kerajinan gerabah telah turun-temurun digeluti warga. Kemudian mulai berkembang setelah ada arahan dari para tokoh seniman dan para pendamping maka terjadi perkembangan missal dalam hal desainnya,” kata Kepala Dukuh Kajen, Muh. Hadi Suprojo. Kerajinan gerabah di Kasongan mulai berkembang setelah dibangunya jembatan di sisi timur kampung pada 1972, sehingga bisa menghubungkan ke kota Bantul dan daerah lain. “Sebelum tahun 72 susah karena belum ada jembatan. Untuk menjual gerabah harus menyeberang sungai. Dulu hanya dijual di pasar-pasar tradisional sekitar. SEJARAH Pada masa penjajahan Belanda, salah satu daerah di sebelah selatan kota Yogyakarta pernah terjadi peristiwa yang mengejutkan warga setempat, yaitu seekor kuda milik Reserse Belanda ditemukan mati di atas lahan sawah milik seorang warga. Hal tersebut membuat warga ketakutan setengah mati. Karena takut akan hukuman, warga akhirnya melepaskan hak tanahnya dan tidak mengakui tanahnya lagi. Hal ini diikuti oleh warga lainnya. Tanah yang telah dilepas inipun kemudian diakui oleh penduduk desa lain. Warga yang takut akhirnya berdiam diri di sekitar rumah mereka. Karena tidak memiliki lahan persawahan lagi, maka untuk mengisi hari, mereka memanfaatkan apa saja yang ada di sekitar. Mereka memanfaatkan tanah yang ada, kemudian mengempal-ngempalnya yang ternyata tidak pecah bila disatukan, lalu mulai membentuknya menjadi berbagai fungsi yang cenderung untuk jadi barang keperluan dapur atau mainan anak-anak. Berawal dari keseharian nenek moyang mereka itulah yang akhirnya kebiasaan itu diturunkan hingga generasi sekarang yang memilih menjadi perajin gerabah. Perkembangan Produk Pada awalnya keramik ini tidak memiliki corak desain sama sekali. Namun legenda matinya seekor kuda telah menginspirasi para pengrajin untuk memunculkan motif kuda pada banyak produk, terutama kuda-kuda pengangkut gerabah atau genteng lengkap dengan keranjang yang diletakkan di atas kuda, selain juga motif katak, ayam jago dan gajah. Perkembangan zaman dengan masuknya pengaruh modern dan budaya luar melalui berbagai media telah membawa perubahan di Kasongan. Setelah kawasan Kasongan pertama kali diperkenalkan oleh Sapto Hudoyo sekitar 1971-1972 dengan sentuhan seni dan komersil serta dalam skala besar dikomersilkan oleh Sahid Keramik sekitar tahun 1980-an, kini wisatawan dapat menjumpai berbagai aneka motif pada keramik. Bahkan wisatawan dapat memesan jenis motif menurut keinginannya. Kerajinan gerabah yang dijual di desa Kasongan bervariasi, mulai dari barang-barang ukuran kecil untuk souvenir hingga hiasan, pot untuk tanaman, interior meja kursi, dan masih banyak lagi jenisnya. Dewasa ini di kawasan Kasongan terlihat galeri-galeri keramik di sepanjang jalan yang menjual berbagai barang hiasan dan souvenir. Bentuk dan fungsinya pun sudah beraneka ragam, mulai dari asbak rokok kecil atau pot dan vas bunga yang berukuran besar, Barang hias pun tidak hanya yang memiliki fungsi, tetapi juga barang-barang hiasan dekorasi serta souvenir perkawinan. Salah satu produk yang cukup terkenal adalah sepasang patung pengantin dalam posisi duduk berdampingan. Patung ini dikenal dengan nama Loro Blonyo. Patung ini diadopsi dari sepasang patung pengantin milik Kraton Yogyakarta.
. 316 10 342 335 429 295 114 268
selain sebagai sentra industri gerabah kasongan juga merupakan salah satu